Sunday, November 10, 2013

Seorang Perempuan...

" Berkali-kali saya terjatuh, berkali-kali itu pula saya bangkit berdiri. Saya paksakan diri saya untuk mengatasi semuanya. Saya tak tahu sampai kapan saya dapat kembali bangkit ketika nantinya saya terjatuh lagi. Saya teramat lelah. Sungguh... " - Seorang perempuan.


Ini adalah kisah tentang seorang perempuan yang memiliki banyak beban dan tekanan di dalam hidupnya. Seorang anak pertama dengan beberapa adik yang masih sekolah. Dengan ayah yang tak punya pekerjaan dan ibu yang mengambil peranan dalam mencari nafkah untuk keluarga.

Si perempuan adalah sosok yang begitu tertutup. Dia tak mengijinkan seorang pun untuk melihat isi hatinya, dia tak mau ada orang lain yang tahu bahwa selama ini dia seringkali menderita. Si perempuan selalu memasang wajah 'saya baik-baik saja' di depan semua orang. Dan dia berhasil membuat semua orang percaya bahwa dia baik-baik saja, dia bahagia. Si perempuan berhasil dengan tipuannya.

Seringkali dia terbahak-bahak, bercanda dengan teman-temannya, tetapi hatinya gelisah. Hatinya menangis. Tapi dia tak ingin orang lain tahu. Si perempuan tak ingin orang lain mengkhawatirkannya.

Dia sadar bahwa sebagai anak pertama tentunya memiliki tanggung jawab yang lebih besar. Dia harus mampu membantu keuangan keluarga, membiayai sekolah adik-adiknya, menahan diri mati-matian untuk tidak marah kepada ibunya yang selalu menuntut ini-itu, terutama menahan amarah kepada ayahnya yang merendahkannya seolah dia tak berguna banyak dalam keluarga.

Si perempuan teramat ingin untuk dapat membiayai semuanya. Namun dirinya hanya pegawai kantoran biasa dengan gaji yang menurut si ibu tak cukup. Ditambah dengan tumpukan hutang yang entah kapan dapat terbayar lunas. Si perempuan berusaha untuk tegar.

Si perempuan punya harapan kecil. Dia ingin melepaskan segala kelelahan dan kepenatan kerja dengan obrolan sederhana bersama keluarganya. Namun seringkali, ketika pulang dari kantor, dia mendapati kedua orangtuanya sedang bertengkar. Dia hanya mampu menangis dalam diam, menyembunyikan hatinya yang hancur.

Dengan begitu banyaknya tekanan, dia hanya dapat menyalahkan dirinya yang begitu lemah, dia memaksakan dirinya untuk berusaha lebih dan lebih lagi. Seluruh hidupnya saat ini hanya untuk keluarganya. Membantu keluarga semaksimal yang dia bisa.

Perempuan itu lupa bahwa dia pun harus mencari kebahagiaan untuk dirinya, dia pun harus menata diri untuk hidupnya di hari-hari mendatang. Tapi dia menepiskannya. Dia terlalu khawatir akan orang tua dan adik-adiknya. Dia rela mengorbankan kebahagiannya asalkan orang-orang yang begitu dikasihinya hidup berkecukupan dan bahagia.

Saat ini yang bisa dilakukan si perempuan adalah meneruskan memasang wajah palsunya yang 'baik-baik saja' di depan semua orang, menahan air mata kuat-kuat agar tak jatuh menetes, menguatkan diri bahwa dia mampu mengatasinya dan menanti setitik harapan untuk segala permasalahan itu...