Wednesday, July 31, 2013

Jejak yang Menghilang

 
 
Kamu tahu, nanti, ketika kamu sadar bahwa saya telah menghilang, kamu tidak akan pernah dapat menemukan saya lagi. Sampai jejak-jejaknya sekalipun.

“ Ay, temani saya ke sini. “ Ucapan yang selalu keluar dari mulutmu. Selalu dalam bentuk pernyataan dan saya tidak boleh menolak permintaanmu.

Kamu adalah orang paling egois yang pernah saya kenal. Dan bodohnya saya selalu luluh dengan semua permintaanmu, selalu menuruti semua yang kamu inginkan.

Ada saat-saat menyenangkan yang kita lalui. Ada saat-saat saya marah dengan kamu pun juga sebaliknya. Ada saat-saat kamu menjadi sangat menyebalkan, tentunya dengan egomu yang tinggi. Namun, ada saat-saat kamu begitu manis sampai saya menjadi salah tingkah.

Jika kamu bisa menurunkan sedikit ego dan gengsimu, tentunya kita bisa tetap seperti ini. Tetap bertemu dan melakukan banyak hal yang menyenangkan.

Selama kita saling mengenal, ada saat-saat tidak menyenangkan yang kamu lakukan kepada saya. Dan ketika di suatu titik, perbuatanmu sudah tak termaafkan. Saya tidak dapat mentolerirnya lagi.

Kamu cari saja orang lain yang mampu mengikuti semua keinginanmu karna saya sudah tidak bisa lagi. Saya ingin melupakan kamu dan menghapus kamu dalam kehidupan saya di hari-hari selanjutnya.

Mungkin saat ini kamu merasa saya masih ada di sampingmu. Kamu salah, karna saya telah memutuskan untuk pergi meninggalkan kamu. Dan ketika kamu sadar bahwa saya telah menghilang, kamu tidak akan dapat menemukan saya lagi. Sampai jejak-jejaknya sekalipun.

Monday, July 22, 2013

Bangku Taman



Sebuah bangku taman memiliki banyak kisah. Salah satunya kisah antara kamu, saya dan sekotak putri salju.

Saat itu, sepasang headset terpasang di telinga, mengalunkan sebuah lagu yang begitu manis. Kemudian kamu datang menghampiri saya, ikut duduk di samping saya. Kamu mengambil sebelah headset saya dan memasang ditelingamu. Lalu kamu pun berkata,

“Ay, masih ingat tidak apa yang kamu pinta minggu lalu? “

Saya dengan tampang bingung, menggeleng. “ Memang saya minta apa sama kamu?”

“ Dasar pelupa. Nih yang kamu mau. Saya gak tau saljunya udah meleleh atau belum soalnya tadi saya taruh di motor, “ dia menyodorkan sebuah kotak yang didalamnya berisi kue berbentuk bulan sabit bertabur gula putih.

Kue putri salju.

Saya tak bisa menahan senyum saya, “ kamu beneran ngasih ini ke saya? “ Dia mengangguk. Saya menerimanya dengan senyum yang semakin lebar.

“ Kayaknya sih agak keras ya, manggangnya kelamaan, “ lanjutnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia salah tingkah.

“Tak apa, saya suka, “ saya suka apapun yang kamu berikan kepada saya. Kalimat terakhir tak saya ungkapkan, bisa-bisa dia besar kepala.

Kemudian kami kembali terdiam. Saya memeluk kotak kue pemberiannya, dan kami menikmati lagu yang terputar di playlist sampai habis.

(menulis ini sambil memutar I’ll be There for You – Hanbyul)

Sunday, July 7, 2013

Tentang Belajar Menerima Hati yang Lain


“ Ay, Saya ada pertanyaan untuk kamu. Kamu lebih memilih mencintai atau dicintai? “

“Mencintai.”

“Itulah alasan kenapa kamu sering patah hati. Dalam hidup, hanya ada 2 pilihan : dijatuhkan atau menjatuhkan. Mencintai = dijatuhkan. Tidak ada satu pasangan pun saat pertama bertemu, keduanya langsung jatuh cinta, pasti ada salah satu yang jatuh cinta terlebih dahulu. Jadi, sekarang kamu bisa memilih, tetap mencintai atau mau belajar mencintai orang yang mencintaimu.”

Percakapan di atas antara saya dan seorang wanita paruh baya yang sehari-hari bekerja dalam menilai kepribadian orang lain. Beliau bukan seorang psikolog, tetapi pengetahuannya dapat disetarakan.

Saya cukup kaget mendengar pernyataan beliau yang begitu terbuka. Salahkah kalau saya mencintai seseorang? Tidak. Tetapi yang membuat saya tertampar adalah saran dia agar saya belajar menerima orang lain. Belajar untuk membuka hati saya untuk hati lain yang mau menerima saya. Hal yang begitu sulit untuk saya lakukan.

Saya tidak terbiasa menerima perlakuan yang terlalu baik, bukan berarti saya menginginkan perlakuan jahat. Tidak sama sekali. Tapi, saya selalu merasa punya ‘hutang’ apabila orang lain baik kepada saya. Saya risih kalau ada seorang laki-laki yang begitu baik sedangkan saya sendiri acuh padanya. Dan lagi-lagi, hati saya menolak itu. Menolak kemurahan hati dia. Bodohnya saya.

Sahabat saya sangat gemas dengan kelakuan saya ini, sampai-sampai dia berkata “ apa sih yang kamu cari? Ada seseorang yang menunggumu, seseorang yang mau menerima kamu, tapi kenapa kamu menolaknya?”

Saya ini kalau tidak respect dengan orang, tidak mau bersusah-susah untuk menerimanya. Sebaik apapun, semenarik apapun dia di mata orang lain, kalau saya tidak suka ya tidak suka. Sungguh keras kepala. Alasan saya yang selanjutnya, saya tidak ingin memberikan harapan palsu. Oleh karenanya saya tidak mau menerima kebaikan dari laki-laki yang tidak saya sukai. Angkuh ya saya.

Tetapi sekarang saya dalam tahap belajar menerima hati lain. Saya mau belajar untuk menerima hati yang mencintai saya. Saya sudah capek menunggu seseorang yang tidak pasti, seseorang yang tidak menghargai saya. Saya tidak mau patah hati, lagi.

Buat kamu yang di sana, sabar ya. Saya sedang belajar menerima kebaikanmu. Dan terima kasih, kamu mau mempercayakan hatimu pada saya..


Tuesday, July 2, 2013

Kesempatan Terakhirmu

 
 
Kamu patah hati. Kamu dekat dengan banyak perempuan. Kamu memilih salah satu diantaranya. Dan saya, hanya menonton kamu dari kejauhan.

“ Ay.. Ay-ku. Apa kabar?”

Panggilan pertama setelah kamu menghilang selama 2 tahun. Tanpa sedikit pun rasa bersalah, kamu mulai menggerecoki hidup saya lagi, kamu kembali membuka kenangan yang ingin saya lupakan.

“ Oh, kamu masih ingat dengan saya? “  Saya membalas dengan sinis.

“ Ay, saya sudah putus. Saya nyesel banget pernah pacaran dengan dia. Saya sayang sama dia, tapi dia ternyata hanya memanfaatkan saya. Saya sudah tidak punya apa-apa, “ katamu putus asa.

“ Lalu apa urusannya dengan saya? Dulu itu pilihan kamu dan kamu gak pantes menyesalinya.”

Malam itu, tanpa bisa saya cegah, kamu menceritakan semua hal yang terjadi dalam 2 tahun ini. Berkali-kali kamu bilang kalau diri kamu bodoh, karna hanya demi wanita itu kamu meninggalkan semuanya. Meninggalkan teman-teman mainmu dan meninggalkan saya.

Kamu. Seseorang yang sebenarnya ingin saya hindari. Karna sekali saja saya menanggapimu, sekali saja saya mendengarkan keluh-kesahmu,  saya akan kembali luluh dan memaafkanmu.

Selepas malam itu, kamu selalu menghubungi saya setiap hari. Bodohnya, saya pun mulai menanggapimu dan sedikit demi sedikit mulai menitipkan hati saya kepada kamu.  

Tawa-tawa selalu menghiasi hari-hari kita. Saya luluh. Salah kan saya kembali mempercayakan hati saya padamu?

Dan memang salah. Setelah setengah tahun lebih kita kembali dekat, tiba-tiba suatu hari kamu bercerita tentang hal yang membuat hati saya sakit…

“ Ay! Saya lagi naksir wanita ini. Orangnya baik. Cantik kan? “ kamu mengirimkan foto wanita itu kepada saya.

Dia cantik, anggun.

Mengapa kamu melakukan ini kepada saya? Kamu anggap saya apa selama ini?
Saya berteriak dalam hati.

Tak lama setelah kamu mengirimkan foto wanita itu, kamu kembali mengabarkan saya bahwa kamu sudah jadian dengan dia dan betapa senangnya kamu. Saya sakit hati.

“ Ay, semalam saya menyatakan perasaan kepadanya dan ternyata diterima! Saya seneng banget, dari sekian wanita yang saya dekati, dia yang paling mengerti saya. Ay, makasih yah selama ini kamu sudah menjadi teman berbagi saya. Saya gak akan melupakan kebaikan kamu. Mudah-mdah kali ini saya tidak salah pilih pasangan. “

Ya, mudah-mudahan kamu tidak salah pilih pasangan karna selama setengah tahun itu adalah kesempatan terakhir kamu untuk berbagi dengan saya. Saya tidak ingin bertemu kamu lagi, saya tidak ingin mendengar kabar dari kamu lagi. Sudah cukup.

Kamu patah hati. Kamu dekat dengan banyak perempuan. Kamu memilih salah satu diantaranya. Dan saya, telah melupakan semuanya tentang kamu...