Thursday, February 20, 2014

Dear Ven,

Hai calon pengantin!^^ waktu cepat berlalu ya Ven, dan tau-tau saja besok kamu akan menikah. Ya, menikah. Bagaimana perasaanmu saat ini? Deg-degan? Bahagia ? khawatir? Apa pun yang akan terjadi besok, tentunya akan menjadi lembaran baru buat kamu dan Abe. Aku amat senang dengan pernikahanmu. Tau kah kalau aku juga ikut deg-degan? Ah, besok bagaimana ya ketika di gereja, ketika kamu dan Abe berada di pelataran gereja, saling berjanji untuk bersama selamanya. Tentunya akan menjadi momen yang mengharukan, pun juga buat aku^^

Masih ingat kah obrolan kita di hari-hari yang lalu? Obrolah ketika jaman putih abu-abu. Waktu itu kita sedang duduk-duduk di Goa Maria, tempat favorit kita ketika pulang dari sekolah. Betapa aku merindukan hari-hari itu. Kita selalu berdoa di sana, kemudian mulai mencurahkan isi hati masing-masing. Satu dari sekian obrolan kita saat itu adalah tentang pernikahan.
 
Saat itu kita berangan-angan, nanti ketika kita sudah menemukan belahan jiwa masing-masing dan menikah, lalu punya anak, kita menginginginkan anak-anak kita akan seakrab kita. Setiap harinya kita akan mengantar anak-anak ke sekolah dan sama-sama menunggu kepulangan mereka. Sesederhana itu.
Angan-angan semasa kita sekolah sudah kamu genapi, tinggal aku yang belum. Tunggu aku ya, Ven. Aku akan (mudah-mudahan) segera menyusulmu, agar nanti kita dapat sama-sama mengantar anak ke sekolah^^
Besok kamu akan menikah! Berbahagialah : )
Ps : makasi untuk gaun cantiknya, besok akan aku pakai ^^
Sahabatmu,
Ay

Wednesday, February 5, 2014

At the end of the day, u need someone that u can come home to, right? (Wendy Kosasih, 28 Mei 2012)
Kalimat yang pernah dikicaukan oleh teman saya di sosial medianya hampir 2 tahun yang lalu. Saya menyimpannya menjadi salah satu favorit tweet dari sekian banyak yang saya favoritkan.
 Akan menyenangkan kalau kita mempunyai seseorang yang selalu ada apapun kondisi kita. Atau sekedar seseorang yang mampu menemani di setiap sore yang melelahkan. Saling berbagi hal menyenangkan, maupun hal yang tidak mengenakkan.
Suatu kali saya pernah bertemu seseorang seperti itu. Kita berbagi banyak hal, saya cukup nyaman dengan orang itu. Nyaman. Bukankah hal pertama dalam memulai hubungan adalah dengan kenyamanan? Nyatanya tidak sesederhana itu. Kenyamanan itu perlahan-lahan pudar. Kita sudah tak nyaman untuk berbagi hal kecil sekalipun. Saya ingin melupakannya, pun juga orang itu. Saya dan dia saling menghilangkan diri  dalam hidup masing-masing.
Saya hanya berharap menemukan (atau ditemukan) orang baru di hari-hari ke depan saya. Bertemu dengan seseorang yang dapat berbagi apa pun. Kamu kah orang itu?