Monday, April 14, 2014

Wanita yang Layak


Jaman sekarang, manusia-manusia matre menjamur dimana-mana. Semua dilihat dari segi materi. Banyak orangtua mengajarkan kepada anak-anaknya kalau besar nanti harus mencari pasangan yang kaya biar bisa hidup enak.
Ya, hidup enak.
Orang tua mana yang mau anaknya hidup susah? Tidak ada. Itulah alasan kebanyakan orangtua menanamkan hal tersebut, mereka tidak mau melihat anaknya sengsara.
Tetapi ada juga yang mengajarkan anaknya untuk mencari pasangan yang bertanggung jawab dan gigih. Mereka percaya, orang yang bertanggung jawab pasti tidak akan mengacuhkan rumah tangga, pasti akan membuatnya berkecukupan.
Suatu kali, salah satu tante saya bilang begini, “ Ay, kalau cari pacar yang kaya ya. Biar hidup gak pusingin kekurangan apalagi punya utang.”
Setiap kali saya bertemu tante saya itu, omongannya selalu sama. Cari pacar yang kaya. Cari yang punya mobil. Cari yang mapan.
Siapa sih yang gak butuh duit? Siapa yang gak mau hidup enak?
Saya gak munafik. Saya mau hidup enak dan tentunya juga membahagiakan orang tua saya. Saya selalu punya impian untuk mengajak keluarga saya jalan-jalan dengan uang hasil jerih payah saya. Tapi kalau nantinya rumah tangga saya sendiri saja pas-pasan, bagaimana saya dapat mengajak mereka jalan-jalan?
Dari dulu, saya gak pernah berharap yang muluk-muluk. Punya rumah mungil, kendaraan dan tidak punya hutang. Tidak berharap kaya raya tapi berkecukupan. Andai nantinya kaya raya bagaimana? Saya aminkan. Rejeki gak boleh ditolak.
Beberapa waktu yang lalu, ada seseorang yang mendekati saya. Bisa dibilang dia sudah mapan. Dia punya usaha sendiri, punya mobil dan hidupnya lebih dari cukup. Ciri laki-laki yang diharapkan sama si tante untuk saya.
Lagi-lagi hidup gak melulu tentang materi. Dan saya gak menilai orang dari sisi materi saja. Kalau dia kaya, mapan, lalu kenapa? Haruskah saya suka sama dia?
Saya memang aneh. Saya gak bisa jadi orang yang matre dan morotin duit orang lain. Kenapa? Karna dari segala kekurangan, saya belajar banyak hal. Bahwa kesuksesan seseorang itu berkat usaha dan jerih payahnya, dan saya gak punya hak untuk memanfaatkan apalagi morotin hartanya. Saya tidak mau seperti itu.
Buat saya, materi itu penting tapi bukan yang utama. Saya lebih melihat kepribadiannya. Ketika saya tertarik dengan kepribadiannya, sedikit banyak saya dapat menilai karakter orang itu. Dan dari dulu saya selalu tertarik dengan orang yang kepribadiannya sederhana, tegas dan giat. Saya tidak suka dengan orang yang menyombongkan kelebihannya.  Saya lebih menghargai mereka yang giat dan dapat sukses dengan usaha dan kerja cerdasnya, dibanding mereka yang memang dari kecil sudah hidup berkelimpahan.
Oh ya, beberapa tahun yang lalu saya pernah mengikuti sebuah seminar di gereja yang membahas tentang memilih pasangan. Di seminar itu ada sepasang suami istri yang menceritakan tentang kisah cinta mereka. Yang saya masih ingat itu adalah kata-kata si istri.
Dia bilang begini : dulu saya punya kriteria yang banyak, saya mau punya suami yang baik, setia, bertanggung jawab, cinta keluarga, ganteng, berkecukupan dan lain-lain. Tetapi saya sadar, saya gak bisa terus berpatokan pada itu semua. Dan akhirnya saya cuma mau mencari pasangan yang takut akan Tuhan, itu saja sudah cukup. Karna orang yang takut akan Tuhan tidak akan membawa pasangannya ke hal-hal yang buruk, dia akan mengajak untuk sama-sama menjalani sebuah hubungan yang sehat, dia akan mengasihi dan mencintai dengan sepenuh hati, dia tidak akan mengajak pasangannya susah, dan tentunya orang yang takut akan Tuhan pasti bertanggung jawab, baik untuk dirinya sendiri, pasangan dan keluarganya. Dan saya menemukan orang itu, orang yang takut akan Tuhan. Dia, suami saya~
*****
Seseorang dikatakan sebagai pria apabila mereka tidak mencari pasangan yang mau diajak susah tetapi mereka yang mau mencukupi kebutuhan pasangannya. Tolong hilangkan mindset harus cari pasangan yang bisa diajak susah. Kamu sayang dia? Tega melihat dia susah? Seseorang yang sayang dengan tulus tidak akan mau mengajak pasangannya untuk susah. Dia akan memilih berjuang untuk membahagiakan orang yang dikasihinya itu.
Dan seseorang dikatakan sebagai wanita apabila mereka mampu menerima pasangan apa adanya, mau berada disisinya baik suka maupun duka, selalu memberikan semangat dan tentu saja menghargai setiap usaha yang telah dilakukan oleh pasangannya. Wanita adalah penguat laki-laki. Jadilah wanita yang layak untuk dipejuangkan oleh pria, bukan wanita gampangan yang gila materi.
*****
Lalu, saya sendiri bagaimana?
Saya sedang belajar untuk menjadi wanita yang layak diperjuangkan :)
 
 

Saturday, April 5, 2014

Hari Sabtu




Hari ini adalah hari sabtu. Satu hari yang begitu aku tunggu-tunggu.
Ay, ayo kita jalan-jalan, ” ajak kamu.

“ kita mau ke mana? “
“ ikut saja denganku. “
Aku pun menggangguk.         

Hari ini adalah hari sabtu. Satu hari yang membuat aku berseri-seri.
“ kamu cantik.“ kamu mengomentari pakaian yang aku kenakan. Kaus polos kebesaran berwarna putih dengan rok kuning di atas lutut.
“ Kamu sedang menggodaku? “
“ Menurutmu? “  kamu tersenyum kemudian menggandeng tanganku.

Hari ini adalah hari sabtu. Satu hari yang membuat aku banyak berjalan.
“Kamu sudah capek? “ tanyamu ketika kita sudah banyak melangkah.
“ Kamu capek? “ Aku balik bertanya.
Kamu menepuk kepalaku dengan gemas. Kamu tau kalau aku sering kali bertanya balik tanpa menjawab pertanyaan darimu terlebih dahulu.

Hari ini adalah hari sabtu. Satu hari yang tepat untuk aku bermanja-manja dengan kamu.
“ Aku lapar. Aku mau makan ice cream. “ pintaku.
“ Lapar tuh makannya nasi, bukannya ice cream. “ Kamu protes.
“ tapi aku maunya ice cream. Rasa vanilla. Ya? Ya? “ Aku memeluk lenganmu dengan tatapan manja yang selalu bisa membuatmu luluh.
“ Baiklah. “ Kamu mengalah.

Hari ini adalah hari sabtu. Satu hari yang tidak ingin aku habiskan cepat-cepat.
“ Ay, kalau suatu saat aku tidak bisa mengajakmu pergi ke tempat bagus dan hanya bisa mengajakmu jalan kaki seperti ini, kamu akan meninggalkanku? “ pertanyaan mengejutkan yang keluar dari mulutmu.
“ Kenapa bertanya seperti itu? Kamu tau, jalan kaki seperti ini, melewati jalan dengan dikelilingi pohon rindang, dan tentunya dengan kamu yang selalu menggandeng tangan aku, itu sudah lebih dari cukup.“ Aku berkata jujur.
“ Dan aku tak ingin hari ini berputar cepat. Aku ingin menikmati setiap langkah kaki kita,“ lanjutku.

Kamu menggenggam tanganku lebih erat dan kita melanjutkan perjalanan kita.
Hari ini adalah hari sabtu.
Tau kah kalau hari ini aku begitu bahagia?
Aku harap setiap hari adalah hari sabtu.
Agar aku dapat terus bertemu kamu.
Agar kamu tetap menggenggam tanganku dan tak pernah bosan menggenggamnya.
Agar kita bisa melangkah sama-sama. Berdampingan.
Bisa kah? :)


(Menulis ini ketika duduk-duduk santai di Imperial Cakery – Book and Beyond  UPH, ditemani dengan segelas ice tea dan bread toast)