Monday, April 22, 2024

Seorang Perempuan

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Apa pun yang dia lakukan berakhir dengan kekecewaan, sampai-sampai perempuan itu lelah untuk berharap dan ingin berhenti melangkah.

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Ketika dia memilih pasangan - yang dikiranya dapat melengkapi hidupnya, nyatanya pasangannya justru semakin membebaninya, sampai-sampai cintanya perempuan itu hanyut disapu ombak.

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Sejak kecil dirinya selalu dibanding-bandingkan, sampai-sampai perempuan itu hidup dalam keraguan dan sulit mengambil keputusan.

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Dia tidak menikmati jerih payah dari pekerjaan yang dia lakukan sepanjang hari, sampai-sampai perempuan itu berpikir: apa gunanya hidup seperti ini?

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Sahabat yang begitu dia percaya dan sayangin malah merendahkannya, sampai-sampai perempuan itu tidak lagi percaya orang lain.

Ada perempuan yang disepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Dia hanya dijadikan ATM berjalan bagi orang tuanya, hanya dihubungi ketika minta uang dan dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sampai-sampai perempuan itu takut untuk menikah (karna trauma terhadap orang tuanya).

Ada perempuan yang sepanjang hidupnya merasa tidak beruntung. Adik perempuan yang dia sayangi berkali-kali merebut laki-lakinya, sampai-sampai perempuan itu tidak lagi berani untuk memberikan hatinya kepada laki-laki lain. 

Perempuan itu sering kali hilang harapan, sering kali terjatuh di dalam kubangan kekecewaan, kepalanya pun penuh dengan pikiran-pikiran yang rumit. 

Perempuan itu sering kali berpikir untuk menutup hidupnya. Tetapi...

Perempuan itu sadar bahwa jika dia melakukan itu, keadaan tidak membaik. 

Di saat perempuan itu nelangsa, dia hanya punya setitik harapan. Setitik harapan bahwa suatu saat Tuhan akan menolongnya, akan menariknya dari kubangan dan menorehkan senyuman di wajahnya...

Thursday, January 4, 2024

Camping

 

pic from pinterest


Waktu saya SMA, saya termasuk siswi yang aktif ikut kegiatan di sekolah. Sempat ambil beberapa ekskul sekaligus sampai akhirnya saya jatuh hati dengan ekskul Pecinta Alam. Mungkin banyak yang mikir, ngapain cewe ikut kegiatan cowok gitu? Udah panas, cape, gak ada keren-kerennya.


Iya, beberapa teman pernah nanya ke saya, kok bisa sih Ay?


Waktu itu jawaban saya cuma satu: karna saya suka gunung dan bintang.


Dan sebenarnya kenapa saya bisa jatuh hati dengan ekskul itu, pernah suatu kali saat saya kelas 3 SMP, ada perwakilan dari SMA yang datang. Ibu itu menjelaskan program sekolah dan ekskul apa saja yang bisa dipilih kalau masuk ke SMA tersebut. Awalnya saya gak terlalu mendengarkan, tapi, entah kenapa saat membahas ekskul Pecinta Alam, badan saya menjadi tegak dan benar-benar mendengarkan. Saat itu keputusan saya sudah bulat, saya mau masuk ke SMA itu dan ikut ekskul Pecinta Alam. 


Aneh ya? Ada gitu orang pilih sekolah bukan dari program studinya, melainkan gara-gara ekskul yang tidak populer. Haha.


Sebenarnya kalo ditarik lebih jauh lagi, tante saya merupakan alumni sekolah dan saat itu menjadi angkatan ke-2 pecinta alam di sekolah saya. Rasanya memang sudah ada keterkaitan antara saya dengan ekskul itu. :) 


Akhirnya pun saya masuk ke SMA pilihan saya dan tanpa ragu mendaftar ekskul tersebut. Walau sebelumnya sempat berdebat dengan orang tua karna mereka khawatir anaknya nyusahin temen-temennya lantaran saya punya asma. Tapi, saya yakinkan mereka kalo saya akan tau batas, asma saya gak akan kumat dan gak ngerepotin orang lain.


Keputusan ikut ekskul Pecinta Alam adalah keputusan yang tidak pernah saya sesali sampai saat ini. Saya banyak bertemu orang-orang hebat, solider dan tentunya bertemu cinta pertama saya. 😛


Dulu, setiap kali libur semester, saya, teman-teman beserta senior dan alumni sudah pasti camping. Bisa 4 - 5 hari di gunung. Untungnya orang tua saya tipikal yang demokratis, mereka percaya sama saya dan selalu memperbolehkan saya bepergian dan nginap bermalam-malam.


Karna mereka percaya dengan saya, saya pun tidak ada keinginan untuk berbuat aneh-aneh yang akan merusak kepercayaan mereka. Saya tidak pernah keluar jalur. 


Ada moment yang sampai saat ini kalau diingat tetap membuat hati saya hangat. Setiap kali camping, saya sangat suka memandang langit. Dengan jaket tebal, saya keluar dari tenda. Entah duduk atau tiduran, saya menikmati langit di atas ketinggian. Saya selalu kagum dengan kemerlap jutaan bintang. 


Langit yang tidak pernah akan ditemukan di Ibu Kota. Langit yang cerah tanpa polusi. Sehingga kemerlap bintang dapat dilihat dengan jelas. Oh, kalau sedang beruntung, saya dapat melihat bintang jatuh. Dulu, setiap kali saya melihat bintang jatuh, saya langsung memejamkan mata dan memohon doa saya dikabulkan Tuhan. 


Ah saya rindu dengan masa itu. Kapan ya bisa memandang langit penuh bintang dengan hati yang ringan?