Jaman sekarang, manusia-manusia matre menjamur
dimana-mana. Semua dilihat dari segi materi. Banyak orangtua mengajarkan kepada
anak-anaknya kalau besar nanti harus mencari pasangan yang kaya biar bisa hidup
enak.
Ya, hidup enak.
Orang tua mana yang mau anaknya hidup susah?
Tidak ada. Itulah alasan kebanyakan orangtua menanamkan hal tersebut, mereka
tidak mau melihat anaknya sengsara.
Tetapi ada juga yang mengajarkan anaknya untuk
mencari pasangan yang bertanggung jawab dan gigih. Mereka percaya, orang yang
bertanggung jawab pasti tidak akan mengacuhkan rumah tangga, pasti akan
membuatnya berkecukupan.
Suatu kali, salah satu tante saya bilang
begini, “ Ay, kalau cari pacar yang kaya ya. Biar hidup gak pusingin kekurangan
apalagi punya utang.”
Setiap kali saya bertemu tante saya itu,
omongannya selalu sama. Cari pacar yang kaya. Cari yang punya mobil. Cari yang
mapan.
Siapa sih yang gak butuh duit? Siapa yang gak
mau hidup enak?
Saya gak munafik. Saya mau hidup enak dan
tentunya juga membahagiakan orang tua saya. Saya selalu punya impian untuk
mengajak keluarga saya jalan-jalan dengan uang hasil jerih payah saya. Tapi
kalau nantinya rumah tangga saya sendiri saja pas-pasan, bagaimana saya dapat
mengajak mereka jalan-jalan?
Dari dulu, saya gak pernah berharap yang
muluk-muluk. Punya rumah mungil, kendaraan dan tidak punya hutang. Tidak
berharap kaya raya tapi berkecukupan. Andai nantinya kaya raya bagaimana? Saya
aminkan. Rejeki gak boleh ditolak.
Beberapa waktu yang lalu, ada seseorang yang
mendekati saya. Bisa dibilang dia sudah mapan. Dia punya usaha sendiri, punya
mobil dan hidupnya lebih dari cukup. Ciri laki-laki yang diharapkan sama si
tante untuk saya.
Lagi-lagi hidup gak melulu tentang materi. Dan
saya gak menilai orang dari sisi materi saja. Kalau dia kaya, mapan, lalu
kenapa? Haruskah saya suka sama dia?
Saya memang aneh. Saya gak bisa jadi orang yang
matre dan morotin duit orang lain. Kenapa? Karna dari segala kekurangan, saya
belajar banyak hal. Bahwa kesuksesan seseorang itu berkat usaha dan jerih
payahnya, dan saya gak punya hak untuk memanfaatkan apalagi morotin hartanya.
Saya tidak mau seperti itu.
Buat saya, materi itu penting tapi bukan yang
utama. Saya lebih melihat kepribadiannya. Ketika saya tertarik dengan
kepribadiannya, sedikit banyak saya dapat menilai karakter orang itu. Dan dari
dulu saya selalu tertarik dengan orang yang kepribadiannya sederhana, tegas dan
giat. Saya tidak suka dengan orang yang menyombongkan kelebihannya. Saya lebih menghargai mereka yang giat dan
dapat sukses dengan usaha dan kerja cerdasnya, dibanding mereka yang memang
dari kecil sudah hidup berkelimpahan.
Oh ya, beberapa tahun yang lalu saya pernah
mengikuti sebuah seminar di gereja yang membahas tentang memilih pasangan. Di
seminar itu ada sepasang suami istri yang menceritakan tentang kisah cinta
mereka. Yang saya masih ingat itu adalah kata-kata si istri.
Dia bilang begini : dulu saya punya kriteria
yang banyak, saya mau punya suami yang baik, setia, bertanggung jawab, cinta
keluarga, ganteng, berkecukupan dan lain-lain. Tetapi saya sadar, saya gak bisa
terus berpatokan pada itu semua. Dan akhirnya saya cuma mau mencari pasangan
yang takut akan Tuhan, itu saja sudah cukup. Karna orang yang takut akan Tuhan
tidak akan membawa pasangannya ke hal-hal yang buruk, dia akan mengajak untuk
sama-sama menjalani sebuah hubungan yang sehat, dia akan mengasihi dan
mencintai dengan sepenuh hati, dia tidak akan mengajak pasangannya susah, dan
tentunya orang yang takut akan Tuhan pasti bertanggung jawab, baik untuk dirinya
sendiri, pasangan dan keluarganya. Dan saya menemukan orang itu, orang yang
takut akan Tuhan. Dia, suami saya~
*****
Seseorang dikatakan sebagai pria apabila mereka
tidak mencari pasangan yang mau diajak susah tetapi mereka yang mau mencukupi
kebutuhan pasangannya. Tolong hilangkan mindset harus cari pasangan yang bisa
diajak susah. Kamu sayang dia? Tega melihat dia susah? Seseorang yang sayang
dengan tulus tidak akan mau mengajak pasangannya untuk susah. Dia akan memilih
berjuang untuk membahagiakan orang yang dikasihinya itu.
Dan seseorang dikatakan sebagai wanita apabila
mereka mampu menerima pasangan apa adanya, mau berada disisinya baik suka
maupun duka, selalu memberikan semangat dan tentu saja menghargai setiap usaha
yang telah dilakukan oleh pasangannya. Wanita adalah penguat laki-laki. Jadilah
wanita yang layak untuk dipejuangkan oleh pria, bukan wanita gampangan yang
gila materi.
*****
Lalu, saya sendiri bagaimana?
Saya sedang belajar untuk menjadi wanita yang
layak diperjuangkan :)