Thursday, January 4, 2024

Camping

 

pic from pinterest


Waktu saya SMA, saya termasuk siswi yang aktif ikut kegiatan di sekolah. Sempat ambil beberapa ekskul sekaligus sampai akhirnya saya jatuh hati dengan ekskul Pecinta Alam. Mungkin banyak yang mikir, ngapain cewe ikut kegiatan cowok gitu? Udah panas, cape, gak ada keren-kerennya.


Iya, beberapa teman pernah nanya ke saya, kok bisa sih Ay?


Waktu itu jawaban saya cuma satu: karna saya suka gunung dan bintang.


Dan sebenarnya kenapa saya bisa jatuh hati dengan ekskul itu, pernah suatu kali saat saya kelas 3 SMP, ada perwakilan dari SMA yang datang. Ibu itu menjelaskan program sekolah dan ekskul apa saja yang bisa dipilih kalau masuk ke SMA tersebut. Awalnya saya gak terlalu mendengarkan, tapi, entah kenapa saat membahas ekskul Pecinta Alam, badan saya menjadi tegak dan benar-benar mendengarkan. Saat itu keputusan saya sudah bulat, saya mau masuk ke SMA itu dan ikut ekskul Pecinta Alam. 


Aneh ya? Ada gitu orang pilih sekolah bukan dari program studinya, melainkan gara-gara ekskul yang tidak populer. Haha.


Sebenarnya kalo ditarik lebih jauh lagi, tante saya merupakan alumni sekolah dan saat itu menjadi angkatan ke-2 pecinta alam di sekolah saya. Rasanya memang sudah ada keterkaitan antara saya dengan ekskul itu. :) 


Akhirnya pun saya masuk ke SMA pilihan saya dan tanpa ragu mendaftar ekskul tersebut. Walau sebelumnya sempat berdebat dengan orang tua karna mereka khawatir anaknya nyusahin temen-temennya lantaran saya punya asma. Tapi, saya yakinkan mereka kalo saya akan tau batas, asma saya gak akan kumat dan gak ngerepotin orang lain.


Keputusan ikut ekskul Pecinta Alam adalah keputusan yang tidak pernah saya sesali sampai saat ini. Saya banyak bertemu orang-orang hebat, solider dan tentunya bertemu cinta pertama saya. 😛


Dulu, setiap kali libur semester, saya, teman-teman beserta senior dan alumni sudah pasti camping. Bisa 4 - 5 hari di gunung. Untungnya orang tua saya tipikal yang demokratis, mereka percaya sama saya dan selalu memperbolehkan saya bepergian dan nginap bermalam-malam.


Karna mereka percaya dengan saya, saya pun tidak ada keinginan untuk berbuat aneh-aneh yang akan merusak kepercayaan mereka. Saya tidak pernah keluar jalur. 


Ada moment yang sampai saat ini kalau diingat tetap membuat hati saya hangat. Setiap kali camping, saya sangat suka memandang langit. Dengan jaket tebal, saya keluar dari tenda. Entah duduk atau tiduran, saya menikmati langit di atas ketinggian. Saya selalu kagum dengan kemerlap jutaan bintang. 


Langit yang tidak pernah akan ditemukan di Ibu Kota. Langit yang cerah tanpa polusi. Sehingga kemerlap bintang dapat dilihat dengan jelas. Oh, kalau sedang beruntung, saya dapat melihat bintang jatuh. Dulu, setiap kali saya melihat bintang jatuh, saya langsung memejamkan mata dan memohon doa saya dikabulkan Tuhan. 


Ah saya rindu dengan masa itu. Kapan ya bisa memandang langit penuh bintang dengan hati yang ringan?



Monday, December 11, 2023

Terakhir...

To            : jerom_julius@gmail.com
From        : aeka.aleasha@gmail.com
Subject    : Apa kabar?

Dear Jerom,

Sudah 5 tahun kita tidak pernah bertemu. Ada banyak sekali yang berubah di sini, termasuk kerutan di sudut mataku yang bertambah. Ternyata aku cepat sekali menua ya, sedangkan kamu akan tetap awet muda dan tampan.

Kamu tau, salju pertama telah turun hari ini. Dan setiap tahun, di setiap salju pertama, aku selalu mengingatmu. Tentang bagaimana pertama kali kita bertemu, tentang hari-hari bersama yang kita lalui dengan banyak sekali candaan (yang sebenarnya tidak lucu tapi mampu membuat kita terbahak), tentang hari-hari di mana kita hanya bisa ngobrol via video call, tentang kamu yang suka ngomel kalau aku terlalu banyak makan gorengan sampai-sampai radang tenggorokan dan tentang rencana pernikahan kita di saat malam natal. 

Rasanya baru kemarin kita melaluinya.  Rasanya baru kemarin aku menyesap coklat mint buatanmu. Rasanya baru kemarin aku kekenyangan karna mencoba berbagai roti yang kamu buat, iya kamu suka sekali menjadikanku kelinci percobaan sebelum roti-roti itu dijual di toko rotimu. Ah, aku jadi rindu roti dengan banyak selai kacang dengan taburan pistachio di atas nya. Tidak ada roti yang sama seperti yang kamu buat.

Oya, tanganku kadang masih suka ngilu kalau cuaca terlalu dingin. Tapi, tenang saja, aku rutin ke dokter kok. Kata dokter hal itu masih tergolong wajar dan tidak perlu dikhawatirkan. 

Aku juga sekarang sudah punya penghangat ruangan lho (setelah yang lama rusak dan aku tidak mau membeli yang baru). Suatu kemajuan bukan?

Hmm, Jerom...
Mungkin ini kali terakhir aku mengirimkan email kepadamu.
Aku tidak bisa lagi menuliskannya.
Karna aku tau, kamu mau aku bahagia kan?
Kamu mau aku tidak terus menerus menangisimu?

5 tahun bukanlah waktu yang singkat, tanpamu, 5 tahun belakangan ini berjalan sangat lambat. 

Tapi, saat ini aku sudah bisa menjalani hari-hariku dengan baik.

Dan aku mau ngasih kamu pengumuman, kalau minggu lalu Kaito melamarku. Kamu tidak perlu mengkhawatirkanku lagi. Aku janji padamu untuk menjalani hari dengan bahagia sebanyak-banyaknya dan bersedih secukupnya. Aku tidak akan telat makan lagi. Tenang saja. 

Selamat tinggal Jerom. Terima kasih untuk 2 tahun yang kita lalui bersama. Aku tau kamu sudah mendapatkan kedamaian di sisi Tuhan. 


love,
Aeka


***
Hi, 
ini Ay.

Di tahun 2016, saya pernah menuliskan kisah pertemuan Aeka dengan Jerom. Kemudian, setelah membaca ulang, tangan saya tergerak untuk menuliskan kisah mereka kembali. Dan jadilah tulisan 'Terakhir' ini.

Buat kamu yang pernah merasakan ditinggal orang yang begitu kamu cintai, percayalah di atas sana dia mendoakanmu agar hidup bahagia tanpanya. :)

Love,
Ay


Tuesday, December 5, 2023

Kalung Ikan Berdaun Semanggi

 


17 tahun yang lalu...

*drrtt drrtt* *suara sms masuk*

Ari : Mgu ini ada wkt ga, Ay? 

Sebaris kalimat yang membuat saya tersenyum lebar. Gak menunggu lama, saya langsung membalas pesannya.

Ay: ada ka, aku gk kmn2 koq. knp ka? *sms sent*

Tidak sampai satu menit, ada balasan lagi dari Ka Ari.

Hmm.. tumben banget nih balesnya cepet. Biasanya gue harus menunggu berjam-jam bahkan berhari-hari.

Ari: mau misa sore bareng? gw jemput y

WHAT?? Ka Ari ngajakin gue misa bareng??!!

Aduhhh Tuhan, ini beneran kan ya? Ka Ari gak salah kirim sms kan??

Ay: iya ka, kita misa bareng ya. c u *sms sent*

Saat itu, diusia yang belum genap 17 tahun, menerima sms dari Ka Ari mampu membuat perut saya dipenuhi kupu-kupu. Saya gak berhenti membaca berulang-ulang sms itu. Sms dari cinta pertama saya.

Tiba di hari minggu, layaknya gadis remaja, saya pun sempat kebingungan dalam memilih baju yang mau saya pakai. Rasanya gak ada baju yang cocok. Iya, kebiasaan cewek, lemari baju terisi penuh tapi masih bisa-bisanya bilang gak punya baju. Bener gak? :p

Saya mau terlihat lebih menarik dan ceria. Pikir saya seperti itu. Moment pergi berdua dengan Ka Ari adalah moment yang paling saya tunggu. Karna walau pun sering kali diantar pulang, tapi, kami tidak pernah benar-benar hanya berdua. Selalu ramai dengan teman dan senior lainnya.

Ah, hari itu pun saya luluran. Pokoknya harus wangi!

***

Jam 5 lewat, ada sms dari Ka Ari.

Ka Ari: gw udh d dpn rumah y

Saya buru-buru keluar kamar dan pamit sama papa mama. Saya ijin untuk ikut misa.

"Hai ka," panggilku malu

"Pake helmnya dulu," Ka Ari menyerahkan helm dan saya langsung memakainya.

" Sudah siap?"

"Yuu."

Angin sore yang dingin kala itu menyapu lembut pipi saya, seakan menyapa kalau hari itu adalah hari yang baik. Dan saya mengamininya.

Kami pun sampai di Gereja tepat waktu dan memilih duduk di deretan belakang. Masih ada waktu beberapa menit sebelum misa dimulai dan saya banyak mendengarkan Ka Ari menceritakan tentang keluarganya. Saya jadi semakin tau bahwa Ka Ari sangat menyayangi kedua adiknya. Sungguh beruntung punya kakak. Iya, saya iri. Haha!

Misa pun berjalan selama 60 menit. Sejujurnya saya tidak mendengarkan kotbah Romo saat itu, karna pikiran saya masih melayang, masih gak percaya kalau Ka Ari lebih dulu ngajak saya pergi.

***

"Yu, kita pulang Ay."

Saya pun menganggung. 

Dalam perjalanan pulang, entah mengapa Ka Ari lebih banyak diam, berbeda dengan sebelumnya. Apa ada kata-kata saya yang salah? Entah.

Kami diam-diaman di atas motor sampai saya tidak sadar kalau motor sudah berhenti di depan rumah. 

"Ay, gw punya sesuatu buat lo."  Ka Ari mengeluarkan kotak kecil dari saku jaketnya.

"Bukanya nanti aja di dalam rumah ya, jangan sekarang."

Saya gak tau mau merespon apa. Dan bodohnya, saya menjatuhkan kotak kecil itu hingga isinya keluar.

"Yah, jadi ketauan deh!" Ka Ari terbahak dengan tampang bingungnya saya dan mengambil kotak beserta isi di dalamnya. Ka Ari memasukkannya kembali, menarik tangan saya dan meletakkan kotak kecil itu di tangan saya.

"Jangan sampe jatuh lagi ya. Dan Ay, makasih buat semuanya."

"Semuanya? emang aku berbuat apa buat Ka Ari?"

"Banyak, gak bisa disebutin satu-satu. Cuma mau bilang makasih."

Saya pun tersenyum dan menggenggam erat kotak kecil itu.

"Sana masuk, di sini dingin. Pulang dulu ya." Ka Ari menepuk kepala saya lembut. 

Saya pun tetap berdiri sampai deruan motor Ka Ari tidak terdengar lagi.

***

Sampai di kamar, saya kembali membuka kotak kecil itu dan melihat lebih detail isinya. Dan ternyata sebuah kalung dengan liontin ikan. Uniknya, di dalam perut ikannya, ada daun semanggi, lambang keberuntungan. Saya tersenyum-senyum dan berjanji akan memakai kalung itu di pertemuan kami yang selanjutnya.

Ay: Ka Ari udh smpe rumah? Makasi ka, ak suka bgt sm kalungny *sms sent*

jam 10 malam

*drrtt drrtt* *suara sms masuk*

Ka Ari: gud nite Ay.


***

Ucapan selamat tidur itu adalah kali terakhir sms yang saya terima dari Ka Ari. Sejak hari itu, tak ada satu pun sms saya yang dibalas. Rasanya dunia menjadi hening... Saya tidak mengerti dengan situasinya. Saya hanya bisa mencari tau dari Nina, pacar sahabatnya. Dia, layaknya saya, pun juga bingung dengan perubahan sikap Ka Ari. 

***

Beberapa bulan kemudian...

"Ay... Ay!!" Panggil Nina di saat jam istirahat sekolah.

"Kenapa Na? heboh amat. laper nih, ke kantin yu," ajak saya.

"Ada berita yang lebih penting! gue semalem baru tau dari Ben. Ini tentang Ka Ari."

"Ka Ari kenapa Na? Ada apaa?" Saya melupakan rasa lapar di perut dan mendengarkan dengan seksama kata-kata Nina. 

"Ka Ari.. aduh, ck. Gue bingung ngomongnya."

"Kenapa sih, Na? Gue kan jadi makin penasaran. Kasih tau pliss," saya memohon.

"Ay, jangan kaget ya. Ka Ari... udah punya pacar, temen sekantornya," Ucap Nina dengan nada bersalah. Seakan memberi tahu hal ini pada saya akan membuat saya nelangsa.

"Oh..."

Oh.

Hanya itu kata yang berhasil saya ucapkan. Saya terlalu kaget, sungguh tidak menyangka akan mendengar berita itu.

Pelan-pelan saya mulai mencerna peristiwa di hari terakhir saya bertemu dengan Ka Ari.

 Akhirnya saya paham dengan ucapan: makasih untuk semuanya. 

Akhirnya saya paham arti dari kalung ikan berdaun semanggi itu.

Bahwa Ka Ari ingin mengucapkan perpisahan dengan cara manis yang bisa dia lakukan...

Mungkin memang selama ini cinta saya hanya bertepuk sebelah tangan.

Mungkin Ka Ari hanya melihat saya sebagai sosok adik yang ingin dia jaga, bukan sebagai sosok perempuan yang ingin dijadikan pacar. 

Dan.. kalung ikan berdaun semanggi itu pun tidak pernah saya pakai sekalipun...


***

Hi, Ini Ay,

Hari ini saya sedang mengingat masa-masa sekolah saya. Ada satu kisah lama yang membekas di hati saya. Cinta pertama memang mengesankan ya? Meskipun sudah lama saya melupakan Ka Ari, tapi, kenangannya akan tetap tersimpan baik di sudut kecil di hati saya. Hanya sebagai pengingat bahwa saya pernah jatuh cinta di masa SMA.^^


Love,

Ay

Sunday, October 1, 2023

Memaafkan Tetapi Sulit Melupakan

Waktu remaja sampai usia 20an tahun awal, saya banyak sekali memiliki teman. Sahabat, teman baik mau pun teman yang sekedar kenal. Yang ketika berpapasan hanya bertegur sapa kemudian lewat begitu saja.

Tahun demi tahun berlalu, saya merasakan juga apa yang orang lain rasakan. Iya, pertemanan yang semakin mengerucut, circle yang semakin kecil yang hanya diisi oleh orang-orang yang bertahan belasan bahkan puluhan tahun.

Ada satu teman yang saya anggap teman baik saya. Yang suka saya bagi hal-hal receh, ketemu hanya sekedar ngobrol, kulineran dan layaknya cewek pastinya ada sesi-sesi ngomongin cowok. Semenyenangkan itu.

Bahkan saya kenal baik dengan keluarganya dan pernah bilang ke Sun kalo keluarganya salah satu role model saya. Rasanya bahagia aja kalo sampai dewasa bisa makan bareng dan bepergian dengan keluarga tanpa rasa canggung. 

Sampai suatu hari saya berpartner dengan teman saya ini. Tahun-tahun pertama sangat baik, berjalan lancar. Sampai kejadian di awal tahun yang merusak segalanya...

Keluarganya yang saya anggap role model, ternyata tidak lebih dari orang-orang egois dan menganggap saya.... babu. miris.

Terlalu ikut campur, terlalu bossy, padahal kita ini sejajar dan seharusnya saling support, saling bantu. 

Sampai saya bilang ke teman saya untuk bilang ke keluarganya, karna saya pun mengusahakan yang terbaik, saya pun bekerja maksimal agar berjalan dengan smooth. 

Tapi, saya sangat kecewa sekali ketika dia malah membela keluarganya. Satu sisi saya memaklumi, karna darah lebih kental dari air. Tetapi, di sisi lain ini tidak adil, seharusnya dia bisa menjadi penengah bukannya membenarkan hal yang salah.

Selama berhari-hari saya insomnia, kepikiran sekali dan kalau tidur pun tidak nyenyak. Dada saya terlaku sesak atas perlakuan dan perkataan keluarganya. Terlebih adiknya yang mengipas bara api dan malah playing victim. :')

Saya sampai merendahkan diri untuk meminta maaf, yang seharusnya tidak perlu saya lakukan. Tetapi, tetap mereka menekan terus dan tidak merasa puas. 

Meskipun pekerjaan selesai dengan baik, tetapi tidak ada satu pun yang bicara ke saya. 

Mungkin sebenarnya selama 19 tahun ini hanya saya yang menganggap dia teman. 

Mungkin selama 19 tahun ini dia hanya menganggap saya orang yang bisa dimanfaatkan dan diperlakukan semena-mena. 

Bagi saya, 19 tahun bukan waktu yang sebentar. Kalau orang lain yang memperlakukan saya seperti itu, saya akan lebih mudah memaafkan dan melupakan. Tetapi, jika orang terdekat yang melakukannya, sangat sulit untuk saya melupakan.

Bahkan ketika sudah lewat hampir setengah tahun, hati saya masih berat. 

Saya berharap, Tuhan membebaskan saya dari sakit hati ini. Saya ingin suatu hari, ketika bertemu lagi, saya bisa menyambutnya dengan hangat dan senyuman yang ikhlas...

Tuesday, January 21, 2020

Genap 12 tahun


Buat saya, waktu 12 tahun bukan lah waktu yang sebentar, pun juga bukan waktu yang teramat lama. 12 tahun jatuh bangun, terperosok, tergores dan terluka. Meskipun kembali pulih,  torehannya tetap membekas dan tak bisa hilang...

Saya belajar, hidup tidak mudah untuk sebagian orang.

12 tahun yang lalu.. saat saya baru jadi anak kuliahan, saya akui, bahwa saya masih egois, minder dan menyalahkan keadaan. Kenapa begini, kenapa begitu, kenapa harus saya…

Sampai satu titik, saya melepaskan rasa minder dan belajar memeluk keadaan. Saya bilang pada diri saya kalau ini waktunya saya belajar menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggungjawab.  Setiap hari, saya selalu mengulang kata-kata ini: semangat, The! Semangat! Lo bisa! Tak perlu khawatir. Tuhan sayang sama lo.

Saya bukan orang yang mudah cerita tentang apa-apa yang saya alami dan rasakan. Sering kali saya takut. Jika saya cerita, nanti mereka tidak akan sama lagi memandang saya, nanti mereka mengasihani saya, nanti mereka melihat saya penuh dengan empati. Tidak. Saya tidak menginginkan itu.

Terkadang, saya hanya ingin bebas bercerita dan mengeluarkan segala uneg-uneg yang bersarang di pikiran dan hati saya. Saya hanya tidak siap menerima belas kasihan orang lain..

12 tahun bukan lah waktu yang sebentar. Di 12 tahun ini saya benar-benar ditempa untuk menjadi pribadi yang kuat.

Walau sebenarnya saya cengeng. Banget..

Kalau diingat-ingat, jika saya ingin sekali menangis yang banyak, saya akan mencari film / drama yang sedih. Jadi, ketika orang-orang bertanya, saya punya alasan kenapa saya menangis sampai bikin mata bengkak. :p

12 tahun tidak setiap harinya buruk..

Ada hari-hari di mana saya sangat bersyukur dan berbahagia. Ini lah yang menguatkan saya. jika saya sedih, saya akan mengingat-ingat yang baik. Menangis sebentar, kemudian kembali tersenyum.

Saya selalu bilang pada diri saya untuk tidak terus-menerus menangis dalam kubangan. Saya gak boleh berlama-lama terperosok ke dalam masalah-masalah saya. Karna hal itu gak menyelesaikan masalah.

Saya mau bilang terima kasih untuk diri saya yang selama 12 tahun terakhir ini sudah kuat menjalani hari demi hari. Saya percaya, di hari-hari yang akan datang, saya bisa melaluinya. Karna saya gak sendiri, Tuhan saya gak pernah ninggalin saya. :)


Love,
Ay

Monday, November 11, 2019

Sanggup kah?


“Si Becca enak ya,” ucap aku, iri.

“Karna ortunya kaya?” Tanya Kania.

“Salah satunya,” aku menghembuskan napas berat kemudian melanjutnya, “ gue pengen hidup normal, Ka. Kayak kebanyakan orang. Kayak Becca. Kayak lo.”

Kania menatap aku dan aku menghindarinya dengan buru-buru menyambar teh yang ada di samping bangku panjang tempat aku dan Kania duduk. Aku menyesapnya sedikit. Dan seketika aroma bunga yang kusuka memenuhi hidungku. Rasa bunga krisan..

“Ri…”

“Gue cape, Ka.. cape banget. Gue suka nanya sama Tuhan, kenapa gue dikasih begitu banyak kado yang bertahun-tahun gak selesai gue buka satu per satu. Dan tiap tahunnya kado-kado itu bertambah.”

Kado. Istilah yang kami pakai untuk mengganti kata ‘masalah’. Awalnya ini candaan kami, dua sahabat yang sudah saling mengenal sejak masih pipis di celana. Dulu sekali, saat aku masih sangat optimis, aku selalu bilang pada Kania bahwa orang-orang yang punya banyak masalah adalah orang yang spesial.

Gak banyak orang yang mampu menerima masalah yang begitu banyaknya. Dan bertahun-tahun aku menguatkan diri dan selalu bilang pada diri sendiri, “Ori, lo orang yang spesial. Lo bisa, lo mampu, lo punya Tuhan yang lebih besar dari masalah lo.”

Gak salah. Tuhan tetap besar, hanya saja aku yang tak cukup kuat.

“Ortu lo kenapa lagi, Ri?” Tanya Kania. Dia tau sekali kalau kado aku gak jauh-jauh dari keluarga.

“Mau buka bisnis baru dan rencana ajuin pinjaman ke bank. Dan pengajuan pinjaman itu atas nama gue. God!” Aku mengacak-acak rambut frustasi.

“Kalo cicilan rumah masih berapa tahun lagi, Ri?” Tanya Kania.

“4 tahun.”

Aku kembali menyesap teh krisan yang sudah dingin.

“Lo tau kan Ka, gue udah gak bisa percaya lagi dengan janji-janji mereka. ‘Kalo papa sukses kamu gak usah bayar cicilan rumah, Listrik, air, biaya sekolah adik-adik kamu. Nanti papa yang bayar semua.’. Gue udah denger itu berkali-kali dan berkali-kali pula hasilnya nihil dan malah menambah tanggungan gue setiap bulannya.”

Kania diam dan menunggu aku melanjutkan bicara. Dia tau aku mau memuntahkan semua uneg-uneg yang mengganjal.

“Gue gak setuju sama pinjaman itu. Dan nyokap gue memperkeruh suasana dengan bilang gue tega sebagai anak, papanya mau usaha tapi dijegal sama anak, gue gak mikirin mereka. Apa iya gue sejahat itu?”

“Lo baik, Ri. Dan selamanya akan tetap baik.”

“Gue cape selalu jadi atm berjalan mereka seakan gue gak boleh menata hidup dan masa depan gue. Ka, kalo gue jahat, gue udah ninggalin mereka dengan semua hutang-hutang itu. Gue bisa hidup lebih dari cukup dari penghasilan gue. Tapi, gue memilih untuk mengambil tanggung jawab. Gue gak banyak ngeluh, gue gak cerita ke orang-orang tentang tanggungan gue dan gue bersyukur bisa bayar semuanya.”

Kania memeluk aku, menepuk pundak aku.

“Gue gak bisa kalo ditambah dengan bayar cicilan kredit pinjaman itu. Usaha bokap sendiri gak jelas sistemnya seperti apa, gue tanya konsep dan anggarannya gak tau. Gue bisa bayangin pinjaman itu akan habis begitu aja tanpa kejelasan. Dan yang akan bayar cicilan ke bank untuk 10 tahun ke depan siapa? Gue.”

“Gue cape hidup penuh hutang..”

“Kalo gue bilang, gue mau bantuin lo secara keuangan, gue tau lo bakal nolak mentah-mentah. Tapi, sekali ini please gue mau banget bantu lo. Jangan berfikir tentang hutang budi ya Ri. Kita udah sama-sama dari kecil, lo sering ngajarin gue waktu sekolah. Kalo gak ada lo, gue mungkin gak lulus.”

“Gak, Ka. Lagipula gue udah bilang ke mereka gue gak mau tandatangan pengajuan itu. Mereka marah, gue pun marah. Gue males pulang ke rumah.”

“Lo tau kan, pintu rumah gue selalu terbuka buat lo. Malem ini nginep di rumah gue aja gimana?” Kania menawarkan.

Aku mengangguk setuju.

Di saat-saat penuh tekanan seperti ini, aku masih bisa bersyukur karna punya sahabat yang selalu ada buat aku.

“Lo udah cerita ke Nando?”

“Belum. Gue kasian Ka sama dia, pacaran sama cewek yang punya kado segunung. Kalo suatu hari dia ketemu cewek yang baik…”

“Lo jangan ngaco!” Potong Kania. “Dia nerima lo dengan semua kado lo sejak 5 tahun lalu.”

“Justru itu Ka, rasanya egois kalo gue masih pertahanin hubungan ini dengan kondisi keluarga gue yang semakin parah. Gue sampe takut buat nikah. Gue takut gak bisa membantu karna sebagian besar gaji gue untuk keluarga..”

“Ri, lo lagi kacau, jangan mikirin yang macem-macem lagi. Udah mau gelap nih, balik ke rumah gue, yuk.”

Kami menghabiskan teh, merapatkan sweater dan keluar dari kedai langganan kami. Aku berjalan mengikuti Kania dari belakang dengan pikiran yang masih gamang.

Sekali lagi aku mengucapkannya dalam hati, Tuhan, sanggupkah aku?

***

Hai, 
ini Ay.

Makasih sudah menyempatkan diri untuk berkunjung dan membaca kisah-kisah di blog ini. Blog Vealde memang visitornya tidak sebanyak Blog Summer3angle, tetapi setiap saya cek dan melihat ada visitor yang datang ke sini, sudah membuat hati saya hangat.

Iya, saya masih hutang cerita nikahan kemarin.Menuliskannya pun belum sempat.. Di saat ada waktu, malah melintas cerita lain yang buru-buru saya ketik dan bagikan di sini. 

Entah satu atau dua bulan lagi, saya akan susun cerita nikahan yang penuh haru dan syukur (plus ada aja kejadian dodolnya, gak ngerti lagi deh :p).

PS: tinggal satu stengah bulan lagi sebelum pergantian tahun, sudah kah kamu bahagia? :)

Love,
Ay 





Tuesday, July 23, 2019

Memberi Ruang Untukmu


Image result for home pinterest
image from pinterest

“Sayang, you okay?” Aku bertanya dan tidak ada jawaban darimu.

“Baiklah, aku gak ganggu kamu dulu. Call me if you want to talk.” Aku pun memberinya pelukan, menatap wajah lelahnya sejenak kemudian mengambil tas.

Ada perasaan bersalah meninggalkan wanita yang telah mengisi hari-hari selama 10 tahun terakhir ini.  Tapi, aku tau saat ini kamu perlu waktu sendiri. Aku belajar untuk tidak memaksakan dan banyak bertanya, seperti yang dulu aku lakukan, yang selalu berakhir dengan pertengkaran yang hebat.

10 tahun bukan waktu yang sebentar untuk kita saling memahami. Aku yang mudah marah dan kamu yang punya kesabaran ekstra menghadapiku. Katakanlah aku beruntung memilikimu disisiku. Dan aku berterimakasih untuk itu.

Selama 10 tahun ini, aku tau, ada masa-masa kamu perlu ruang untuk dirimu sendiri. Hari ini salah satunya…

“I’m arrive at office. You know, I love you. I still love you.“

Aku mengirimkan pesan singkat yang entah kapan akan dibaca…

***

Belakangan ada hal-hal lama yang ingin sekali saya lakukan, salah satunya menulis fiksi mini ini. Dan untuk pertama kalinya saya menulis dari sudut pandang laki-laki. Agak aneh tapi menyenangkan. :D

Love,
Ay.