“ Ay, saya mau
berterus terang padamu. Saya suka pada dia, entah sejak kapan saya tidak tau.
Tapi yang jelas, rasa ini semakin lama semakin membesar. Apa yang harus saya
lakukan? Kamu bisa bantu saya? “
Kata-kata itu terucap dari mulut Ven, sahabat
saya. Dia menyukai Han, sahabat saya yang laki-laki. Dan yang dia tak tau, saya
pun menyukai laki-laki yang sama…
2 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Ketiga
orang sahabat yang diam-diam saling menyukai. Banyak orang bilang kalau tidak
ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Kami bertiga
pernah menertawakan pernyataan itu, dulu. Ya, kami membuktikan kalau kami dapat
bersahabat, murni, tanpa perasaan yang lebih, hanya rasa sayang dan peduli
saja.
Ke mana-mana kami selalu bertiga, kami berbagi
hidup, berbagi tangis dan tawa, dan tanpa kami sadari, kami pun berbagi hati…
Kami adalah pribadi yang berbeda-beda. Saya
tipikal anak yang lincah, ceria, manja namun tertutup dalam banyak hal. Ven
tipe cewek yang sensitive, serius (namun sesekali dia pun dapat mencairkan
suasana), dan amat terbuka, pun juga mengenai urusan hati. Sedangkan Han adalah
tipe
cowok yang humoris dan suka membuat lelucon, pendengar yang baik, dan
pintar menenangkan orang lain.
Jauh sebelum Ven mengungkapkan perasaannya, dia
pernah bilang seperti ini, “ Ay, kamu
sadar gak kalau Han itu lebih perhatian kepada kamu? Saya rasa dia suka sama
kamu.. hahahah..” dia meledek saya.
Saya sendiri saat itu tak menyadarinya. Saya
merasa kalau sahabat berbuat baik dan perhatian kepada sahabatnya itu hal yang
wajar. Namun, saya tak sadar kalau perhatian dari Han kepada saya melebihi
perhatian seorang sahabat.
Saya pun mengacuhkannya, saya tidak mau ada
perasaan lebih yang merusakan persahabatan kami bertiga. Tetapi, yang namanya
hati memang susah ditebak. Saya bisa saja acuh dan tidak menanggapi segala
perhatian dan kebaikannya, namun hati saya merespon itu. Perlahan-lahan saya
menyukai dia, sahabat saya sendiri.
Suatu kali, kami bertiga pergi ke taman
bermain. Saat itu, Han sering kali menggandeng tangan dan menepuk kepala saya.
Saya merasa nyaman. Kami menghabiskan berjam-jam yang menyenangkan. Kami
bertiga bahagia. Dan saat itu saya berjanji dalam hati untuk menetralkan
perasaan saya, pun juga Han.
Ketika kami berdua sudah mulai bisa menetralkan
perasaan, masalah lain terjadi. Ven mengungkapkan kalau dia suka dengan Han. Saya
terkejut dan tak tau harus berkata apa. Dia meminta saya untuk membantunya
pendekatan ke Han. Saya ingin menangis.
Ven benar-benar menunjukkan ketertarikannya pada Han.
Dia mulai melakukan pendekatan-pendekatan dan perhatian-perhatian yang membuat
saya merasa risih dan tak nyaman berada diantara mereka berdua.
Dan pada puncaknya, dia mengungkapkan isi
hatinya kepada Han. Di saat itu saya takut, kalau mereka menjadi pasangan,
bagaimana dengan saya?
Han menolak dengan halus. Ven sakit hati, dia
tak bisa menerima penolakan itu. Han pun menjadi dingin dan acuh pada Ven.
Bagaimana dengan saya?
Saya marah. Saya kesal kepada mereka. Tiap kali
saya mendekati Han, Ven akan melirik dengan kecemburuan yang tak tertutupi. Berbulan-bulan
lamanya, hubungan kami bertiga menjadi kaku. Kami yang biasa tertawa bersama,
kini hanya terdiam. Tak banyak yang kami bicarakan. Dan sampai kelulusan
sekolah, persahabatan kami tak lagi lekat seperti dulu. Keadaan berubah, kami
berubah, semuanya tak sama lagi…
Ps :
Buat Ven dan Han, kalau suatu saat menemukan
tulisan ini dan berpikir “ kok beda
dengan yang kita alami ya, Ay? “ Hihihihi. Memang iya, untuk membuatnya
saya menambahkan sedikit bumbu di beberapa bagian.^^
Buat Ven, saya masih belum puas untuk
mengucapkan selamat untuk pernikahanmu! Satu dari sekian kabar menggembirakan
untuk saya.^^
Buat Han, makasi ya udah menemani saya di
pernikahan Ven. Semangat untuk tugas akhirnya. Kamu pasti bisa melaluinya.^^
***
Ps lagi : ketika tadi iseng buka-buka draft, ternyata menemukan tulisan ini. waktu itu niatnya di post beberapa hari setelah pernikahan Ven. Ah, kenapa saya bisa lupa ya waktu itu~
Tersenyum lebar,
AY
No comments:
Post a Comment