Foto dari sini
Kita pernah
berbagi cerita di hari-hari yang lalu. Aku dengan secangkir teh bunga krisan,
kamu dengan segelas kopi susu. Kita akan duduk di teras depan sambil memandang
langit sore yang berwarna jingga.
“Kamu jadi
pindah ke Bali?” Tanyaku dan tanpa sadar aku meremas gagang cangkir yang aku
pegang.
Kamu mengangguk
tanpa memandang kearahku, kemudian kamu mengambil gelas yang ada di meja dan
meneguk isinya.
Aku pun ikut
menyeruput teh bunga krisan, rasanya hambar, tidak seperti biasanya.
“Ini pertemuan
terakhir kita,” katamu, lagi-lagi tanpa berani menatapku.
“Aku tau.”
“Jaga diri kamu.”
“Aku akan
baik-baik saja,” ucapku setalah ada jeda panjang.
Dengan cepat
kamu meneguk kopi susu itu dan menghabiskan isinya.
“Aku pamit,”
ucapmu. Kali ini kamu memandangku dengan tatapan dalam yang sulit terbaca.
Tidak ada
pelukan. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Kamu berlalu begitu saja dan aku
hanya mampu memandang punggung kokohmu pergi menjauh.
Aku pun
menghabiskan teh bunga krisan yang sudah mendingin. Sebelum beranjak dari
teras, aku memandang bagian dalam cangkir itu. Warnanya sudah menguning, tanda
bahwa cangkir ini sering kali dipakai dan diisi oleh teh.
Cangkir yang
dalamnya menguning, telah banyak menyimpan kisah.
Aku pun beranjak
dari teras dan memeluk cangkir itu.
Love,
Ay.
No comments:
Post a Comment