Friday, September 16, 2016

Cangkir Yang Dalamnya Menguning




Foto dari sini

 
Kita pernah berbagi cerita di hari-hari yang lalu. Aku dengan secangkir teh bunga krisan, kamu dengan segelas kopi susu. Kita akan duduk di teras depan sambil memandang langit sore yang berwarna jingga.
“Kamu jadi pindah ke Bali?” Tanyaku dan tanpa sadar aku meremas gagang cangkir yang aku pegang.
Kamu mengangguk tanpa memandang kearahku, kemudian kamu mengambil gelas yang ada di meja dan meneguk isinya.
Aku pun ikut menyeruput teh bunga krisan, rasanya hambar, tidak seperti biasanya.
“Ini pertemuan terakhir kita,” katamu, lagi-lagi tanpa berani menatapku.
“Aku tau.”
“Jaga diri kamu.”
“Aku akan baik-baik saja,” ucapku setalah ada jeda panjang.
Dengan cepat kamu meneguk kopi susu itu dan menghabiskan isinya.
“Aku pamit,” ucapmu. Kali ini kamu memandangku dengan tatapan dalam yang sulit terbaca.
Tidak ada pelukan. Tidak ada ucapan selamat tinggal. Kamu berlalu begitu saja dan aku hanya mampu memandang punggung kokohmu pergi menjauh.
Aku pun menghabiskan teh bunga krisan yang sudah mendingin. Sebelum beranjak dari teras, aku memandang bagian dalam cangkir itu. Warnanya sudah menguning, tanda bahwa cangkir ini sering kali dipakai dan diisi oleh teh.
Cangkir yang dalamnya menguning, telah banyak menyimpan kisah.
Aku pun beranjak dari teras dan memeluk cangkir itu.

Love,
Ay.

No comments:

Post a Comment