Suatu kali ada yang pernah bertanya kepada saya, apa
saya yakin bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anak saya kelak?
Pertanyaan itu benar-benar saya pikirkan dan membuat saya bercermin. Kembali saya mengulang pertanyaan itu dalam pikiran saya. Yakin kah? Bisa kah?
Pertanyaan itu benar-benar saya pikirkan dan membuat saya bercermin. Kembali saya mengulang pertanyaan itu dalam pikiran saya. Yakin kah? Bisa kah?
Banyak diantara teman-teman saya yang sudah menikah
dan memiliki anak. Sebagian menyesal karna memutuskan menikah terlalu cepat dan
tidak siap ketika harus menjadi seorang ibu, yang waktunya banyak terkuras
untuk mengurus anak dan merasa tidak sebebas dan sesantai dulu. Ada yang sampai
stress, ditambah dengan si suami yang tidak mau membantunya menggantikan popok
atau memberikan susu ketika anak mereka terbangun dan menangis di malam hari.
Tetapi ada pula yang merasa jauh lebih bahagia ketika
seorang anak hadir di dalam keluarga mereka. Si istri yang iklas memberikan
tenaga, pikiran dan waktunya untuk anak yang disayangnya. Juga si suami yang
selalu semangat ketika waktunya pulang, karna tandanya dia akan segera bertemu
dengan istri dan anak yang dia kasihi. Dia pun tidak tinggal diam ketika anak
mereka terbangun di tengah malam, dia siap menggendong dan menidurkan kembali
anaknya.
Dan bagaimana dengan saya?
Saya tidak bisa bilang kalau saya yakin dapat
mengurus anak dengan baik, karna saya belum menikah, apalagi punya anak. Saya belum
tau rasanya bagaimana menjadi seorang ibu. Tetapi, ketika nantinya menikah dan
Tuhan mengijinkan untuk saya menjadi seorang ibu, saya akan berusaha menjadi
ibu yang pantas untuk mereka, mengajarkan kebaikan-kebaikan dan tentunya
menjadikan mereka anak-anak yang takut akan Tuhan. Syukur-syukur ketika mereka
menginjak dewasa, mereka aktif dalam pelayanan di gereja. ^^
Saya tau tidaklah mudah pun juga sesederhana itu. Ada
harga yang mahal dan kelapangan dada yang besar. Seorang teman pernah bilang ke
saya: kalau udah nikah, kita sebagai
istri bertugas memberikan yang terbaik dari diri kita tanpa pamrih, itu
tantangannya, the.
Balik ke anak, sering saya dengar perkataan ‘anak
adalah cerminan orang tuanya’. Oleh karenanya, yang bisa saya lakukan dari
sekarang adalah belajar untuk memantaskan diri saya.
Ps1: jangan mengharapkan dan mengharuskan orang lain
untuk berubah, kitanya yang harus berubah. Kita punya kendali penuh atas diri
kita, kita lah juga yang menentukan mau berubah menjadi orang yang seperti apa. Atau tetap terus-terusan mengharapkan orang lain berubah untuk kita (yang ada
bakalan makan ati :p).
Ps2: pantaskan lah diri kita, dan Tuhan akan
melayakkan hidupmu ^^
*bonus*
Ketika menulis ini, saya sempat membuka instagram dan menemukan cuplikan wawancara Song Ilkook, seorang ayah yang memiliki 3 anak kembar). Baru kali ini saya mendengar ucapan itu keluar dari mulut seorang pria~
Ps: semoga setiap laki-laki yang baca postingan ini dapat menangkap apa yang dikatakan Song Ilkook :)
Love,
Ay.
No comments:
Post a Comment